Selasa, 02 Agustus 2011

Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek

Pelayanan kefarmasian pada
saat ini telah bergeser
orientasinya dari obat ke pasien
yang mengacu kepada
Pharmaceutical Care. Kegiatan
pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada
pengelolaan obat sebagai
komoditi menjadi pelayanan yang
komprehensif yang bertujuan
untuk meningkatkan kualitas
hidup dari pasien. Sebagai konsekuensi perubahan
orientasi tersebut, apoteker
dituntut untuk meningkatkan
pengetahuan, ketrampilan dan
perilaku agar dapat
melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut
antara lain adalah melaksanakan
pemberian informasi, monitoring
penggunaan obat untuk
mengetahui tujuan akhirnya
sesuai harapan dan terdokumentasi dengan baik.
Apoteker harus memahami dan
menyadari kemungkinan
terjadinya kesalahan pengobatan
(medication error) dalam proses
pelayanan. Oleh sebab itu apoteker dalam
menjalankan praktek harus
sesuai standar. Apoteker harus
mampu berkomunikasi dengan
tenaga kesehatan lainnya dalam
menetapkan terapi untuk mendukung penggunaan obat
yang rasional. Sebagai upaya
agar para apoteker dapat
melaksanakan pelayanan
kefarmasian dengan baik, Ditjen
Yanfar dan Alkes, Departemen Kesehatan bekerja sama dengan
Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia
(ISFI) menyusun standar
pelayanan kefarmasian di apotek.
Hal ini sesuai dengan standar
kompetensi apoteker di apotek untuk menjamin mutu pelayanan
kefarmasian kepada masyarakat.
Tujuan Standar Pelayanan Kefarmasian
di apotek disusun:
1. Sebagai pedoman praktek
apoteker dalam menjalankan
profesi.
2. Untuk melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak
profesional
3. Melindungi profesi dalam
menjalankan praktik kefarmasian Pengertian
1. Apotek adalah tempat
tertentu, tempat dilakukan
pekerjaan kefarmasian dan
penyaluran sediaan
farmasi, perbekalan
kesehatan lainnya kepada masyarakat.
2. Apoteker adalah sarjana
farmasi yang telah lulus
pendidikan profesi dan
telah mengucapkan sumpah
berdasarkan peraturan
perundangan yang berlaku dan berhak melakukan
pekerjaan kefarmasian di
Indonesia sebagai apoteker.
3. Sediaan farmasi adalah
obat, bahan obat, obat
tradisional dan kosmetika
4. Perbekalan kesehatan
adalah semua bahan selain
obat dan peralatan yang
diperlukan untuk
menyelenggarakan upaya
kesehatan.
5. Alat kesehatan adalah
bahan, instrumen aparatus,
mesin, implan yang tidak
mengandung obat yang
digunakan untuk
mencegah,mendiagnosis, menyembuhkan dan
meringankan penyakit,
merawat orang sakit serta
memulihkan kesehatan
pada manusia dan/atau
untuk membentuk struktur dan memperbaiki fungsi
tubuh.
6. Resep adalah permintaan
tertulis dari dokter, dokter
gigi, dokter hewan kepada
apoteker untuk
menyediakan dan
menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan
perundangan yang berlaku.
7. Perlengkapan apotek
adalah semua peralatan
yang dipergunakan untuk
melaksanakan kegiatan
pelayanan kefarmasian di
apotek.
8. Pharmaceutical care adalah
bentuk pelayanan dan
tanggung jawab langsung
profesi apoteker dalam
pekerjaan kefarmasian
untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
9. Medication record adalah
catatan pengobatan setiap
pasien.
10. Medication error adalah
kejadian yang merugikan
pasien akibat pemakaian
obat selama dalam
penanganan tenaga
kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah.
11. Konseling adalah suatu
proses komunikasi dua
arah yang sistematik
antara apoteker dan
pasien untuk
mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang
berkaitan dengan obat dan
pengobatan.
12. Pelayanan residensial
(Home Care) adalah
pelayanan apoteker
sebagai care giver dalam
pelayanan kefarmasian di
rumah-rumah khususnya untuk kelompok lansia dan
pasien dengan pengobatan
terapi kronis lainnya. PENGELOLAAN SUMBER DAYA 1. Sumber Daya Manusia
Sesuai ketentuan perundangan
yang berlaku apotek harus
dikelola oleh seorang apoteker
yang profesional. Dalam
pengelolaan apotek, apoteker senantiasa harus memiliki
kemampuan menyediakan dan
memberikan pelayanan yang
baik, mengambil keputusan yang
tepat, mampu berkomunikasi
antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi
multidisipliner, kemampuan
mengelola SDM secara efektif,
selalu belajar sepanjang karier
dan membantu memberi
pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan
pengetahuan. 2. Sarana dan Prasarana 1. Apotek berlokasi pada
daerah yang dengan
mudah dikenali oleh
masyarakat. Pada halaman
terdapat papan petunjuk
yang dengan jelas tertulis kata apotek. Apotek harus
dapat dengan mudah
diakses oleh anggota
masyarakat. Pelayanan
produk kefarmasian
diberikan pada tempat yang terpisah dari
aktivitas pelayanan dan
penjualan produk lainnya,
hal ini berguna untuk
menunjukkan integritas
dan kualitas produk serta mengurangi resiko
kesalahan penyerahan. 2. Masyarakat harus diberi
akses secara langsung dan
mudah oleh apoteker
untuk memperoleh
informasi dan konseling. 3. Lingkungan apotek harus
dijaga kebersihannya. 4. Apotek harus bebas dari
hewan pengerat, serangga.
Apotek memiliki suplai listrik
yang konstan, terutama
untuk lemari pendingin. Apotek harus memiliki: 1. Ruang tunggu yang
nyaman bagi pasien. 2. Tempat untuk mendisplai
informasi bagi pasien,
termasuk penempatan
brosur/ materi informasi. 3. Ruangan tertutup untuk
konseling bagi pasien yang
dilengkapi dengan meja dan
kursi serta lemari untuk
menyimpan catatan
medikasi pasien. 4. Ruang racikan. 5. Tempat pencucian alat. 6. Perabotan apotek harus
tertata rapi, lengkap
dengan rak-rak
penyimpanan obat dan
barang-barang lain yang
tersusun dengan rapi, terlindung dari debu,
kelembaban dan cahaya
yang berlebihan serta
diletakkan pada kondisi
ruangan dengan
temperatur yang telah ditetapkan. 3. Sediaan Farmasi dan
Perbekalan Kesehatan lainnya. Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi: perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pelayanan. Pengeluaran obat memakai sistim FIFO (first in first out) dan FEFO (first expire first out) 1. Perencanaan.Dalam
membuat perencanaan
pengadaan sediaan farmasi
perlu diperhatikan: 1. Pola penyakit 2. Kemampuan
masyarakat. 3. Budaya masyarakat. 2. Pengadaan.Untuk menjamin
kualitas pelayanan
kefarmasian maka
pengadaan pediaan farmasi
harus melalui jalur resmi
sesuai peraturan perundangundangan yang
berlaku. 3. Penyimpanan. 1. Dalam hal
pengecualian atau
darurat dimana isi
dipindahkan pada
wadah lain, maka
harus dicegah terjadinya
kontaminasi dan
harus ditulis
informasi yang jelas
pada wadah 2. Obat/bahan obat
harus disimpan dalam
wadah asli dari
pabrik. 3. Wadah baru, wadah
sekurang kurangnya
memuat nama obat,
nomor batch dan
tanggal kadaluarsa. 4. Semua bahan obat
harus disimpan pada
kondisi yang sesuai,
layak dan menjamin
kestabilan bahan. 4. Administrasi.Dalam
menjalankan pelayanan
kefarmasian di apotek,
perlu dilaksanakan
kegiatan administrasi yang
meliputi: 1. Administrasi Umum:
pencatatan,
pengarsipan,
pelaporan narkotika,
psikotropika dan
dokumentasi sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. 2. Administrasi
Pelayanan:
pengarsipan resep,
pengarsipan catatan
pengobatan pasien,
pengarsipan hasil monitoring
penggunaan obat. PELAYANAN 1. Pelayanan Resep 1. Skrining
ResepApoteker
melakukan skrining
resep meliputi : 1. Persyaratan
Administratif : Nama, SIP
dan alamat
dokter Tanggal
penulisan
resep Tanda
tangan/
paraf
dokter
penulis
resep Nama,
alamat,
umur, jenis
kelamin
dan berat
badan pasien Cara
pemakaian
yang jelas Informasi
lainnya 2. Kesesuaian
farmasetik :
bentuk
sediaan, dosis,
potensi,
stabilitas, inkompatibilita
s, cara dan
lama
pemberian 3. Pertimbangan
klinis : adanya
alergi, efek
samping,
interaksi,
kesesuaian (dosis, durasi,
jumlah obat
dan lain lain).
Jika ada
keraguan
terhadap resep
hendaknya
dikonsultasika
n kepada
dokter penulis
resep dengan memberikan
pertimbangan
dan alternatif
seperlunya bila
perlumenggun
akan persetujuan
setelah
pemberitahuan
. 2. Penyiapan obat. 1.1.Peracikan. Merupakan
kegiatan
menyiapkan
menimbang,
mencampur,
mengemas dan memberikan
etiket pada
wadah. Dalam
melaksanakan
peracikan
obat harus dibuat suatu
prosedur
tetap dengan
memperhatika
n dosis, jenis
dan jumlah obat serta
penulisan
etiket yang
benar. 2. Etiket.Etiket
harus jelas
dan dapat
dibaca. 3. Kemasan Obat
yang
DiserahkanOba
t hendaknya
dikemas
dengan rapi dalam
kemasan yang
cocok
sehingga
terjaga
kualitasnya. 4. Penyerahan
Obat.Sebelum
obat
diserahkan
pada pasien
harus dilakukan
pemeriksaan
akhir
terhadap
kesesuaian
antara obat dengan resep.
Penyerahan
obat dilakukan
oleh apoteker
disertai
pemberian informasi obat
dan konseling
kepada pasien. 5. Informasi
Obat.Apoteker
harus
memberikan
informasi yang
benar, jelas dan mudah
dimengerti,
akurat, tidak
bias, etis,
bijaksana, dan
terkini. Informasi obat
pada pasien
sekurang-
kurangnya
meliputi: cara
pemakaian obat, cara
penyimpanan
obat, jangka
waktu
pengobatan,
aktivitas serta makanan dan
minuman yang
harus dihindari
selama terapi. 6. Konseling.
Apoteker
harus
memberikan
konseling,
mengenai sediaan
farmasi,
pengobatan
dan
perbekalan
kesehatan lainnya,
sehingga
dapat
memperbaiki
kualitas hidup
pasien atau yang
bersangkutan
terhindar dari
bahaya
penyalahgunaa
n atau penggunaan
obat yang
salah. Untuk
penderita
penyakit
tertentu seperti
kardiovaskular
, diabetes,
TBC, asma dan
penyakit
kronis lainnya, apoteker
harus
memberikan
konseling
secara
berkelanjutan. 7. Monitoring
Penggunaan
Obat.Setelah
penyerahan
obat kepada
pasien, apoteker
harus
melaksanakan
pemantauan
penggunaan
obat, terutama
untuk pasien
tertentu
seperti
kardiovaskular
, diabetes, TBC, asma,
dan penyakit
kronis lainnya. 8. Promosi dan
Edukasi.Dalam
rangka
pemberdayaan
masyarakat,
apoteker harus
memberikan
edukasi
apabila
masyarakat
ingin mengobati diri
sendiri
(swamedikasi)
untuk
penyakit
ringan dengan memilihkan
obat yang
sesuai dan
apoteker
harus
berpartisipasi secara aktif
dalam promosi
dan edukasi.
Apoteker ikut
membantu
diseminasi informasi,
antara lain
dengan
penyebaran
leaflet /
brosur, poster,
penyuluhan,
dan lain
lainnya. 2. Pelayanan Residensial
(Home Care).Apoteker
sebagai care giver
diharapkan juga dapat
melakukan pelayanan
kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah,
khususnya untuk kelompok
lansia dan pasien dengan
pengobatan penyakit
kronis lainnya. Untuk
aktivitas ini apoteker harus membuat catatan
berupa catatan
pengobatan (medication
record). EVALUASI MUTU PELAYANAN Indikator yang digunakan untuk
mengevaluasi mutu pelayanan
adalah: 1. Tingkat kepuasan
konsumenDilakukan dengan
survei berupa angket atau
wawancara langsung. 2. Dimensi waktuLama
pelayanan diukur dengan
waktu ( yang telah
ditetapkan). 3. Prosedur Tetap ( Protap )
Untuk menjamin mutu
pelayanan sesuai standar
yang telah ditetapkan. Disamping itu prosedur tetap
bermanfaat untuk: 1. Memastikan bahwa praktik
yang baik dapat tercapai
setiap saat; 2. Adanya pembagian tugas
dan wewenang; 3. Memberikan pertimbangan
dan panduan untuk tenaga
kesehatan lain yang
bekerja di apotek; 4. Dapat digunakan sebagai
alat untuk melatih staf
baru; 5. Membantu proses audit. Prosedur tetap disusun dengan
format sebagai berikut: 1. TujuanMerupakan tujuan
protap. 2. Ruang lingkupBerisi
pernyataan tentang
pelayanan yang dilakukan
dengan kompetensi yang
diharapkan. 3. HasilHal yang dicapai oleh
pelayanan yang diberikan
dan dinyatakan dalam
bentuk yang dapat diukur. 4. PersyaratanHal hal yang
diperlukan untuk
menunjang pelayanan. 5. ProsesBerisi langkah-
langkah pokok yang perlu
dilkuti untuk penerapan
standar.Sifat protap adalah
spesifik mengenai
kefarmasian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar