UU No. 36 tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan: Tereleminasinya Asisten Apoteker Dari Tenaga Teknis Kefarmasian
Pemerintah telah mengeluarkan UU No. 36 tahun 2014 Tentang
Tenaga Kesehatan. Banyak perubahan yang menyangkut Tenaga Kesehatan
pada UU yang baru ini, di antaranya menyangkut posisi asisten apoteker
di pelayanan kefarmasian,
UU Tenaga Kesehatan yang baru ini mendefinisikan Tenaga Kesehatan
sebagai setiap orang yang mengabadikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan/ atau keterampilan melalui pendidikan di
bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan.
Tenaga Kesehatan dikelompokkan ke dalam tenaga medis (dokter, dokter
gigi, dokter spesialis dan dokter gigi spesialis), tenaga psikologi
klinis, tenaga keperawatan, tenaga kebidanan, tenaga kefarmasian, Tenaga
Kesehatan masyarakat, Tenaga Kesehatan lingkungan, tenaga gizi, tenaga
keterapian fisik, tenaga keteknisan medis, tenaga teknik biomedika,
Tenaga Kesehatan tradisional , dan Tenaga Kesehatan lain.
Untuk setiap orang yang mengabadikan diri dalam bidang kesehatan
serta memiliki pengetahuan dan/ atau ketrampilan melalui pendidikan
bidang kesehatan namun pendidikannya di bawah jenjang diploma tiga
disebut
Asisten Tenaga Kesehatan. Asisten Tenaga
Kesehatan tersebut hanya dapat bekerja di bawah supervisi Tenaga
Kesehatan. Asisten apoteker yang lulus SMK Farmasi dengan demikian
dikelompokkan sebagai Asisten Tenaga Kesehatan.
Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kefarmasian
menurut UU Tenaga Kesehatan ini adalah apoteker dan tenaga teknis
kefarmasian (Diploma D3). Tenaga teknis kefarmasian meliputi sarjana
farmasi, ahli madya farmasi, dan analis farmasi.
Permenkes 889 tahun 2011 pada Bab I (Ketentuan Umum) menyatakan
Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam
menjalankan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi,
Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten
Apoteker.
Karena termasuk Tenaga Teknis kefarmasian, sejak 2011, setiap asisten
apoteker yang akan dan telah bekerja di apotek/ pelayanan kefarmasian
harus memiliki STRTTK (Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian)
dan SIKTTK (Surat Izin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian). Izin tersebut
diurus di Dinas Kesehatan kabupaten/ Kota tempat asisten apoteker
tersebut bekerja.
Menurut UU No. 36 tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan,
posisi Asisten apoteker berubah. Asisten Apoteker tidak lagi disebut
Tenaga Kesehatan tetapi masuk sebagai Asisten Tenaga Kesehatan. Asisten
apoteker tidak dimasukkan tenaga kesehatan karena pendidikannya di bawah
D3.
Karena bukan Tenaga Kesehatan konsekuensinya Asisten Apoteker tidak
dapat memperoleh Surat Tanda Registrasi (STR) Tenaga Kesehatan.
Penjelasan pasal 11 ayat 6 Draft UU Tenaga Kesehatan menyebut
Tenaga Teknis Kefarmasian meliputi sarjana farmasi, ahli madya farmasi, dan analis farmasi.
Karena tidak termasuk Tenaga Teknis Kefarmasian, asisten apoteker tidak
perlu lagi mengurus STRTTK dan SIKTTK apabila bekerja di apotek.
Dimana dan bagaimana posisi asisten apoteker di apotek nanti?
Bila dilihat dari fungsi membantu apoteker di apotek, tampaknya tidak
ada yang berubah . Dalam PP 51 dan Permenkes 889 wewenang dan tanggung
jawab pekerjaan kefarmasian tidak berada pada asisten apoteker, tetapi
berada pada apoteker. Wewenang yang tampaknya lenyap adalah wewenang
asisten apoteker pada tempat-tempat tertentu seperti tertera pada PP 51
pasal 21 ayat 3:
Dalam hal di daerah terpencil tidak terdapat
apoteker, Menteri dapat menempatkan Tenaga Teknis Kefarmasian yang
memiliki STRTTK pada sarana pelayanan kesehatan dasar yang diberi wewenang untuk meracik dan menyerahkan obat kepada pasien.
Karena bukan lagi Tenaga Teknis Kefarmasian tentu berdampak hilangnya
wewenang melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada tempat-tempat tertentu
tersebut.